Selasa, 15 November 2016

Makalah Masa'il Fiqih "Bank, Rente dan Fee"

#TugasKuliahPAI


Bismillah... Kaka ini makalah saya dengan kelompok saya beberapa waktu lalu, semoga bermanfaat dan mohon koreksinya yaa :-)
BANK DAN RENTE, BANK DAN FEE
Makalah Ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah :
Masail Fiqih
Dosen Pengampu :
Drs. H. Abdul Ghofar MA





Disusun Oleh:
Kelompok 3
1.      Agus Maulana                 (1414111003)
2.      Danu Akhbar                   (1414111013)
3.      Diah Siti Hartinah           (1414111015)


 Fakultas/ Jurusan/ Semester: Tarbiyah/ PAI-A/ 5


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Telp. (0231) 48624 Cirebon 45132
Tahun 2016

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidah-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah Masail Fiqih ini, tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada junjungan kita baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad Saw.
Makalah ini kami membahas mengenai permasalah fiqih terkait “Bank dan Rente, Bank dan Fee”.Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan isi dari makalah ini.







Cirebon, September 2016



  Penyusun



                                                                  Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................           i
Daftar Isi ................................................................................................           ii
BAB I Pendahuluan ...............................................................................           1
A.    Latar Belakang Masalah .............................................................           1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................           1
C.     Tujuan Penulisan.........................................................................           1
BAB II Pembahasan ..............................................................................           2
A.    Pengertian Bank dan Rente........................................................           2
B.     Pengertian Bank dan Fee............................................................           11    
BAB III Penutup ...................................................................................           12
A.    Kesimpulan ................................................................................           12
B.     Saran ..........................................................................................           12
Daftar Pustaka........................................................................................           13





BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, dalam kehidupan modern keberadaan bank ternyata sudah menjadi kebutuhan yang penting bagi masyarakat luas. Mulai dari yang menabung, yang meminjam uang dan sampai kepada yang menggunakan jasanya untuk mentransfer uang dari satu kota atau negara kekota atau negara lain
Mengenai perbankan ini sebenaroya sudah dikenal kurang lebih 2500 sebelum masehi di Mesir Purba dan Yunani dan kemudian oleh bangsa Romawi.Perbankan modern berkembang di Itali pada abad pertengahan yang dikuasai oleh beberapa keluarga untuk membiayai ke-Pausan dan perdagangan wol.Selanjutnya berkembang pesat pada abad ke-18 dan 19.
Sesuai dengan fungsinya bank-bank terbagi kepada bank primer, yaitu bank sirkulasi yang menciptakan uang dan bank sekunder, yaitu bank-bank yang tidak menciptakan uang, juga tidak dapat memperbesar dan memperkecil arus uang, seperti bank-bank umum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan.
Dalam topik ini, ada dua masalah yang akan dibahas, yaitu bank dan rente, bank dan fee.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu:
1.      Bagaimana maksud dari bank dan rente?
2.      Bagaimana maksud dari bank dan fee?
C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
1.      Menjelaskan maksud dari bank dan rente.
2.      Menjelaskan maksud dari bank dan fee.



BAB II
Pembahasan
A.    Pengertian Bank dan Rente
Bank menurut Undang-Undang Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.[1]
Kata bank diambil dari kata banco dalam bahasa Italia: yaitu meja tempat meletakan uang penukaran di pinggir jalan pada zaman dahulu kala, yang selalu ditunggu oleh seorang pelayan yang disebut bancer, kemudian menjelma menjadi bankir. Bahkan jauh sebelumnya, kegiatan penukaran uang sudah pernah terjadi sejak zaman kerajaan babiloniah, dan berlanjut ketika zaman kerjaan Yunani dan Romawi, bankirnya kebanyakan pendeta kaya yang sering menyimpan uangnya di candi-candi yang terjamin keamanannya, orang arab menyebut bank sebagai istilah al-masraf dan ada juga yang menyebut dengan istilah al-banku.
Ditinaju dari misinya sebagai salah satu lembaga perekonomian, maka bank melayani nasabah, sesuai dengan permintaan dan penawaran kridit. Sumber bantuan kredit berasal dari pihak ketiga: yaitu penabung atau orang yang mendepositkan uangnya di bank.
Istilah bank yang dikenal pada masa sekarang adalah lembaga keuangan yang bergerak dalam perkreditan dan jasa dalam lalulintas pembayaran serta predaran uang, sedangkan orang yang bergerak dalam bisnis uang di suatu bank disebut bankir.
Perekonomian suatu negara sangat ditentukan oleh stabilitas keuangan di negara yang bersangkutan. Dan salah satu lembaga keuangan yang paling menentukan lalu lintas perekonomian negara adalah bank, dimana lembaga tersebut merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi menerima deposito, tabungan serta dapat memberikan pinjaman, penyetoran uang, menjual jasa perbankan lainnya; antara lain jual beli kertas berharga, transaksi devisa, penukaran mata uang dan sebagainya.
Dengan demikian, maka fungsi bank tidak dapat dipisahkan dengan dunia uasaha dan sangat menentukan keberhasilan perekonomaian suatu negara.Sehingga pengamat ekonomi sering mengatakan, bahwa perbankan merupakan salah satu pilar yang dapat menguatkan perekonomian suatu negara.[2]
Dari batasan di atas jelas bahwa usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah uang.Sedangkan rente adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang lebih dikenal dengan istilah bunga.
Fuad Muhammad Fachruddin menyebutkan bahwa rente ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk meancarkan perusahaan orang yang meminjam.Berkat bantuan bank yang meminjamkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.
Menurut Fachruddin, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya. Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjamkannya.Sedangkan uang yang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu haram hukumnya. Kemudian dilihat dari segi lain, bahwa bank itu hanya tahu menerima untung, tanpa resiko apa-apa. Bank meminjamkan uang, kemudian rentenya dipungut, sedang rente itu semata-mata menjadi keuntungan bank yang sudah ditetapkan keuntungannya.Pihak bank tidak mau tahu apakah orang yang meminjam uang rugi atau untung.
Di dalam Islam dikenal ada doktrin tentang riba dan mengharamkannya.Islam tidak mengenal system perbankan modern dalam arti praktis, sehingga terjadi perbedaan pendapat. Beda pandangan dalam menilai persoalan ini akan berakibat timbul kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula, dalam hal boleh tidaknya, halal haramnya.
Dunia perbankan dengan system bunga (rente), kelihatannya semakn mapan dalam perekonomian modern, sehingga hampir tdak mungkin menghindarinya, apalagi menghilangkannya.Bank pada saat ini merupakan sesuatu kekuatan ekonomi masyarakat modern.
Dari satu segi ada tuntutan keberadaan bank itu dalam masyarakat untuk mengatur lalu lintas keuangan, di lain pihak, masalah ini dihadapkan dengan keyakinan yang dianut oleh umat Islam, yang sejak awal kehadiran agama Islam telah didoktrinkan bahwa riba itu haram hukumnya.Pada saat riba ini diharamkan, riba itu telah berurat akar dalaam masyarakat jahiliyah yang merupakan pemerasan orang kaya terhadap orang miskin.Orang kaya bertambah kaya dan orang miskin bertambah melarat.
Sebagian besar ulama membagi riba menjadi dua macam, yaitu:
a.       Riba nasiah, riba yang terjadi karena ada penangguhan (penundaan) pembayaran hutang.
b.      Riba fadhl, riba yang terjadi karena ada tambahan pada jual beli benda bahan sejenis.
Untuk menentukan status hukum bermuamalah yang baik, masih banyak terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama atau cendikiawan muslim, diantaranya:
1.      Abu Zahrah, guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Kairo, Abu A’la al-Maududi di Pakistan, Muhammad Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardlawi berkata bahwa bunga bank itu (riba nasiah) dilarang oleh Islam oleh sebab itu umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai siste, bunga kecuali keadaan darurat (terpaksa). Diantara ulama tersebut, Yusuf Qardlawi tidak mengenal istilah “darurat atau terpaksa” tetapi secara mutlak beliau mengharamkan.
2.      Musrtafa Ahmad az-Zaqra, guru besar hukum Islam dan hukum perdata Fakultas Universitas Syariah di Damaskus mengemukakan bahwa riba yang diharamkan seperti riba yang berlaku pada masyarakat jahiliah, yang merupakan pemerasan terhadap orang yang lemah (miskin), yang bersifat konsumtif. Berbeda dengan yang bersifat produktif tidak termasuk haram. Dr. Muhammad Hatta di Indonesia ini juga berpendapat demikian.
3.      A. Hasan (persis) berpendapat bahwa bunga bank (rente), seperti yang berlaku di Indonesia, bukan riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud oleh firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 130
4.      Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya atau sebaliknya, termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya belum jelas haramnya. Sesuai dengan petunjuk hadits Rasulullah umat Islam harus lebih berhati-hati dalam menghadapi hal-hal yang masih syubhat itu. Dengan demikian kita boleh bermuamalah dengan bank apabila dalam keadaan terpaksa saja.[3]
Keputusan yang diambil oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah mengenai perbankan sebagaimana pernyataan berikut:
a)      Riba hukumnya haram, dengan nash sharih, al-Qur’an dan as-Sunnah;
b)      Bank dengan system riba hukumnya haram, sedangkan bank tanpa riba adalah halal;
c)      Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “musytabihat’;
d)     Menyarankan kepada PP. Muhammadiyah untuk mengusahakn terwujudnya konsepsi system perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.[4]
Setelah diperhatikan, dalam garis besarnya ada empat pendapat yang berkembang dalam masyarakat mengenai masalah riba ini, yaitu:
1.      Pendapat yang mengharamkan.
2.      Pendapat yang mengharamkan bila bersifat konsumtif, dan tidak haram bila bersifat produktif.
3.      Pendapat yang membolehkan (tidak haram).
4.      Pendapat yang mengatakan syubhat.
Masing-masing kelompok yang berbeda pendapat itu, semua merujuk kepada nash al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Namun dalam memahaminya dan menafsirkannya terjadi perbedaan pendapat.Sebagai bahan kajian, di bawah ini disebutkan ayat-ayat yang berhubungan dengan riba.
Allah Swt berfirman dalam surat ar-Rum ayat 39:
!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB$\/Íh(#uqç/÷ŽzÏj9þÎûÉAºuqøBr&Ĩ$¨Z9$#Ÿxsù(#qç/ötƒyYÏã«!$#(!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB;o4qx.yšcr߃̍è?tmô_ur«!$#y7Í´¯»s9'ré'sùãNèdtbqàÿÏèôÒßJø9$#ÇÌÒÈ
“dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Di dalam ayat tersebut di atas, tidak adapenegasan mengenai keharaman riba dengan zakat, yang nilainya jauh berbeda.Riba (hadiah) membuat manusia suka (senang) sedangkan zakat tujuannya mencapai ridha Allah.
Kemudan pada ayat lain Allah berfirman dalam Qs. An-Nisa : 160-161:
5Où=ÝàÎ6sùz`ÏiBšúïÏ%©!$#(#rߊ$yd$oYøB§ymöNÍköŽn=tãBM»t7ÍhŠsÛôM¯=Ïmé&öNçlm;öNÏdÏd|ÁÎ/ur`tãÈ@Î6y«!$##ZŽÏWx.ÇÊÏÉÈãNÏdÉ÷{r&ur(#4qt/Ìh9$#ôs%ur(#qåkçXçm÷ZtãöNÎgÎ=ø.r&urtAºuqøBr&Ĩ$¨Z9$#È@ÏÜ»t7ø9$$Î/4$tRôtGôãr&urtûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9öNåk÷]ÏB$¹/#xtã$VJŠÏ9r&ÇÊÏÊÈ
“160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
161. dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Dalam ayat di atas pun, belum tegas dinyatakan tentang keharaman riba. Isinya hanya mengandung kecaman terhadap pemakan riba (Yahudi), karena dipandang memakan harta orang dengan cara yang tidak sah (batil).
Lebih lanjut pada ayat lain Allah berfirman:
$ygƒr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãYtB#uäŸw(#qè=à2ù's?(##qt/Ìh9$#$Zÿ»yèôÊr&Zpxÿy軟ÒB((#qà)¨?$#ur©!$#öNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÊÌÉÈ
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda[228] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Dalam ayat di atas sudah ada ketegasan tentang larangan memakan riba ketegasan tentang larangan memakan riba.Namun terdapat perbedaan pendapat.Bila berlipat ganda, haram hukumnya dan bila tidak, dibolehkan (tidak dilarang).Sebagian ulama uga ada yang berpendirian, bahwa riba itu tetap haram, walaupun tidak berlipat ganda.Kata “berlipat ganda” dalam ayat tersebut, hanya menyatakan peristiwa (kejadian) yang pernah terjadi di masa jahiiliyah dan jangan dipahami mafhum mukhalafnya, yaitu sekiranya tidak berlipat ganda, berarti tidak haram (diperbolehkan).
Dalam memahami ayat 130 surat Ali Imran ini, sudah terdapat tiga pendapat.
Kemudian pada ayat lain Allah berfirman:
šúïÏ%©!$#tbqè=à2ù'tƒ(#4qt/Ìh9$#ŸwtbqãBqà)tƒžwÎ)$yJx.ãPqà)tƒÏ%©!$#çmäܬ6ytFtƒß`»sÜø¤±9$#z`ÏBÄb§yJø9$#4y7Ï9ºsŒöNßg¯Rr'Î/(#þqä9$s%$yJ¯RÎ)ßìøt7ø9$#ã@÷WÏB(#4qt/Ìh9$#3¨@ymr&urª!$#yìøt7ø9$#tP§ymur(#4qt/Ìh9$#4`yJsù¼çnuä!%y`×psàÏãöqtB`ÏiB¾ÏmÎn/§4ygtFR$$sù¼ã&s#sù$tBy#n=yÿ¼çnãøBr&urn<Î)«!$#(ïÆtBuryŠ$tãy7Í´¯»s9'ré'sùÜ=»ysô¹r&Í$¨Z9$#(öNèd$pkŽÏùšcrà$Î#»yzÇËÐÎÈß,ysôJtƒª!$#(#4qt/Ìh9$#Î/öãƒurÏM»s%y¢Á9$#3ª!$#urŸw=Åsヨ@ä.A$¤ÿx.?LìÏOr&ÇËÐÏȨbÎ)šúïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=ÏJtãurÏM»ysÎ=»¢Á9$#(#qãB$s%r&urno4qn=¢Á9$#(#âqs?#uäurno4qŸ2¨9$#óOßgs9öNèdãô_r&yZÏãöNÎgÎn/uŸwurì$öqyzöNÎgøŠn=tæŸwuröNèdšcqçRtóstƒÇËÐÐÈ$ygƒr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qà)®?$#©!$#(#râsŒur$tBuÅ+t/z`ÏB(##qt/Ìh9$#bÎ)OçFZä.tûüÏZÏB÷sBÇËÐÑÈbÎ*sùöN©9(#qè=yèøÿs?(#qçRsŒù'sù5>öysÎ/z`ÏiB«!$#¾Ï&Î!qßuur(bÎ)uróOçFö6è?öNà6n=sùâ¨râäâöNà6Ï9ºuqøBr&ŸwšcqßJÎ=ôàs?ŸwuršcqßJn=ôàè?ÇËÐÒÈbÎ)uršc%x.rèŒ;ouŽô£ããîotÏàoYsù4n<Î);ouŽy£÷tB4br&ur(#qè%£|Ás?׎öyzóOà6©9(bÎ)óOçFZä.šcqßJn=÷ès?ÇËÑÉÈ
275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
280. dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Oleh sebagian ulama seperti al-Maraghi dan as-Shabuni menyatakan, pengharaman riba diturunkan secara bertahap, sebagaimana khamar (minuman keras). Berturut-turut diturunkan ayat dalam surat ar-Rum: 39, an-Nisa: 160-161, Ali Imran: 130 dan al-Baqarah: 275-280.
Pada ayat 278 dengan tegas dinyatakan
(#râsŒur$tBuÅ+t/z`ÏB(##qt/Ìh9$#ÇËÐÑÈ
“…Dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut)…”
Dan pada ayat 279, dinyatakan
(bÎ)uróOçFö6è?öNà6n=sùâ¨râäâöNà6Ï9ºuqøBr&ÇËÐÒÈ
“…Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu…”
Kalau masih ada sisa kelebihan yang belum dipungut, tidak boleh lagi dipungut dan hanya dibenarkan memungut (menagih) modalnya saja, tidak boleh lebih.Hal ini berarti mengambil kelebihan itu tetap tidak boleh.
Sebagian ulama kita berpendapat bahwa walaupun ayat yang disebutkan dalam surat al-Baqarah, ayat yang terakhit diturunkan tetapi dalam menetapkan hukumnya tetap ada kaitannya dengan surat Ali Imran ayat 130 yaitu haram hukumnya sekiranya berlipat ganda.
Ada juga orang mempertanyakan mengapa pedagang (pengusaha) yang mengambil kelebihan (keuntungan) lebih besar dapat dibenarkan, sedangkan bank yang memungut kelebihan hanya sedikit saja tidak dibenarkan?Mengenai hal ini barangkali jawaban yang tepat ialah bank tidak menanggung resiko rugi, walaupun kelebihan tidak banyak.Sedangkan pada dagang (jual beli), ada kemungkinan menanggung resiko rugi, karena dalam dunia dagang tidak mesti terus-menerus beruntung.Pihak bank tidak mau tahu, apakah para peminjam rugi atau untung.Bahkan barang/jaminan pun dapat disita, disamping kerugian yang dideritanya.
Disamping ayat-ayat di atas ada beberapa hadits yang memperkuat ayat-ayat tersebut, diantaranya:
Sabda Rasul

Tiap-tiap peminjam (piutang)yang menarik suatu manfaat, adalah semacam riba” (al-hadits)
Hadits Nabi:

Sesungguhnya Nabi Saw. melarang peminjam  (piutang) yang menarik suatu manfaat” (al-hadits)
Sebagian ulama memandang bahwa hadits tersebut di atas ada cacatnya.Hadits pertamanya mauquf dan hadits kedua cacat sanadnya.
Ibnu Mas’ud berkata:



Sesungguhnya Nabi Saw. telah laknat pemakan riba (orang yang memberi pinjaman), pemberi makannya (orang yang meminjam), dan dua orang saksi dan penulisnya. Jika mereka tahu yang demikian, maka mereka dilaknat dengan lidah Nabi Muhammad pada hari kiamat” (HR an-Nasai)
Nabi bersabda:

Sesungguhnya riba itu hanya ada riba nasiah saja” (HR Bukhari)
            Kendatipun di antara hadits itua ada yang dipandang lemah, tetapi jiwanya sejalan dengan ayat-ayat riba di atas.
B.     Bank dan Fee
Mengenai pengetian bank sudah dijelaskan di atas. Di sini akan disinggung maslah fee.Fee maksudnya adalah pungutan dana untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional dan lain-lain. Adapun yang namanya, pungutan itu tetap termasuk bunga. Dengan demikian, persoalannya tetap sama seperti uraian terdahulu, yaitu ada yang setuju dan ada pula yang menentangnya.
Bagi ulama yang membolehkan pungutandana dar peminjam dan pemberi dana (uang jasa) kepada penabung (deposito), tidak ada masalah, bila bermuamalah dengan bank. Akan tetapi bagi ulama yang mengatakan syubhat atau boleh bermuamalah dengan bankdalam keadaan darurat (terpaksa), masih mengundang pertanyaan.Sampai kapan masa darurat itu berakhir dan sampai kapan pemahaman syubhat itu hilang?
Oleh sebab itu perlu ada solusi terhadap pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat Islam mengenai perbankan ini.Salah satu alternatif atau jalan keluarnya adalah mendirikan Bank Islam (Bank Syari’ah) yang telah banyak beroperasi pada saat ini.[5]



BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
Bank menurut Undang-Undang Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.Perekonomian suatu negara sangat ditentukan oleh stabilitas keuangan di negara yang tersebut.Dan salah satu lembaga keuangan yang paling menentukan lalu lintas perekonomian negara adalah bank.
Fuad Muhammad Fachruddin menyebutkan bahwa rente (bunga) ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk meancarkan perusahaan orang yang meminjam.Berkat bantuan bank yang meminjamkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.Menurutnya, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya.Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjamkannya.
Setelah diperhatikan, dalam garis besarnya ada empat pendapat yang berkembang dalam masyarakat mengenai masalah riba ini, yaitu: (1)  Pendapat yang mengharamkan, (2) Pendapat yang mengharamkan bila bersifat konsumtif, dan tidak haram bila bersifat produktif, (3) Pendapat yang membolehkan (tidak haram). dan (4) Pendapat yang mengatakan syubhat.
Fee maksudnya adalah pungutan dana untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional dan lain-lain. Adapun yang namanya, pungutan itu tetap termasuk bunga. Dengan demikian, persoalannya tetap sama seperti uraian terdahulu, yaitu ada yang setuju dan ada pula yang menentangnya.
B.     Saran
Dalam bermuamalah alangkah lebih baiknya kita harus lebih berhati-hati dikhawatirkan ada uang yang hukumnya adalah riba dan hal tersebut haram hukumnya.
Daftar Pustaka
Hasan, M. Ali. 2003. Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Aibak Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqih Kontemporer (Edisi revisi). Yogyakarta: Teras
Mahjuddin. 2012. Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam. Jakarta: Kalam Mulia
                                                                       


[1] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan M. Ali Hasan Jakarta: Raja Grafindo Persada 2003, Hlm. 75
[2] H. Mahjuddin, Masail Al-Fiqh: Kasus-kasus aktual dalam hukum Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012, Hlm. 337-338
[3]Hasan, Op.Cit., Hlm 76-79.
[4]Kutbuddin Aibak, M. HI, Kajian Fiqih Kontemporer, Yogyakarta: Teras, 2009, Hlm. 192
[5]Hasan, Op. Cit., Hlm 79-87.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar